Thursday, August 12, 2010

(19) Mendalami keberserahan

Apa yang bisa kau lakukan teman? Ketika rasa dan keyakinanmu tak bergeming, tetapi realitas menampakkan wajah yang apa adanya. Kau menoleh ke belakang, meneliti setiap jejak do’a dan proses yang telah dilalui, kekuatan untuk tidak menyerah dan teguh pada keyakinan bahwa ‘akan tiba waktunya’ untukmu. Kemudian waktu terus membawa langkahmu, sampai saat kamu 'bertemu' dan tanpa ragu bisa mengatakan “inilah yang kucari dan kubutuhkan”. Tapi tetap, Tuhan masih menghamparkan kisahmu seperti puzzle yang belum tersusun….

Dalam salah satu penggal kisahku, aku menulis “berserah tetapi bukan menyerah!” Sungguh, tak mudah merangkum dua kata tersebut dalam proses yang berjalan paralel. Menelusuri arti "tidak menyerah dalam keberserahan" telah membawaku pada gelombang rasa yang tak ternamai. Harapan dan keyakinan yang menguat dalam bayang harap-harap cemas. Keyakinan yang mengakar tapi dalam ketidaktahuan yang mutlak. Ketidaktahuan akan kemana semua ini berujung, definately membutuhkan keberserahan yang bukan basa basi. Keberserahan yang mewujud dalam kepenuhan dan kesadaran hati terdalam…

Banyak diberitakan tentang keajaiban ikhlas. Ketika ‘berserah’ telah menjadi kekuatan yang menggerakkan semesta untuk mendekatkan kita pada cita dan harapan. Tapi kau tak menghitung pamrih dalam berserah. Berserah berarti membiarkan Tuhan bekerja dengan caraNya. Seperti sedang menghadapi pertanyaan Tuhan, apakah sungguh hidup mati kita hanya untukNya. Jika YA, maka berserahlah. Prosesmu pun dijaga oleh alarm nurani yang selalu berbisik tegas pada hatimu tentang ketulusan yang tak bisa direkayasa. Bahwa kau tidak bisa pura-pura yakin, pura-pura mencintai ataupun pura-pura ikhlas... Tuhan Maha Tahu...

Kini, di simpang berbagai pilihan sikap yang tersedia untukku, aku tetap dalam pilihan yang tegas untuk berjuang atas keyakinanku. Tapi aku tak mau angkuh di mata Tuhan. Perjuangan ini ingin selalu kutemani dengan keberserahan yang sempurna di hadapanNya. Aku sedang melatih jiwaku untuk berjuang dalam keberserahan itu. Jelas terasa, dalam salah satu sudut keberserahan, aku mendapatiku diriku tersungkur dalam rasa sakit yang perih. Aku terluka dalam doa untuk kelapangan dan kemudahan pangeranku bersama pilihan hatinya. Mudah ketika berdoa meminta apa yang memang sungguh kita harapkan. Tetapi meminta sesuatu untuk orang lain, yang dengan pengabulan doa itu, kita tahu persis akan menyakiti dan melukai kita???

Separuh dari harapanku atas dia seperti telah memotong doaku. Ada penolakan terselubung, pertarungan antara apa yang kuyakin baik untuk diriku dan apa yang mungkin baik untuk dirinya. Kuberitahu teman, rasanya sakit sekali... Kau mulai terisak dalam tangis, dadamu terasa sempit seperti sedang dihantam oleh bongkah batu besar dan keras. Kau merapuh... Dengan sadar kau melepas doa itu terbang ke langit membawa separuh kekuatanmu, separuh nafasmu, separuh jiwamu... Seperti kau membelah dirimu, merelakan bagian yang telah membuatmu menjadi utuh untuk diberikan kepada orang lain. Kau tahu dan yakin bahwa Tuhan tak hendak dan tak sedang menyakitimu, tetapi tetap, rasa sakit itu nyata terasakan oleh hati dan fisikmu…

Lalu kenapa pula repot mendoakan dia jika memang tersakiti?? Bukankah akan jauh lebih sederhana jika aku fokus dengan doa yang pengabulannya tidak akan melukaiku??? Teman, berdoa untuk cintaku dan berdoa untuk cintanya, adalah pilihan yang tersedia untukku. Dan cintaku tak mampu egois. Pernahkah kau sangat ingin melihat seseorang bahagia, karena kebahagiaan dia menjadi begitu sangat penting untukmu? Mari tak menyebut ini sebagai pengorbanan, tetapi sebuah pelepasan. Pelepasan dalam kekuatan dan keyakinan.

Menyempurnakan keberserahan kepada Tuhan,
untuk dan atas semua rasa yang kini tengah menetap dalam hatiku...
bisakah???

to be continued...


Wednesday, August 11, 2010

Ramadhan (tetap) dicintai…

Tarawih pertama aku memilih untuk melaksanakannya di masjid dekat rumahku. Seperti sebelum-sebelumnya, hari pertama tarawih, masjid penuh sesak dengan jemaah. Baik di tempat laki-laki juga perempuan, shaf terlihat penuh. Panitia bahkan menggelar shaf tambahan di samping masjid (yang biasanya jadi jalan umum). Untuk shaf tambahan bagi jamaah perempuan di atur di belakang, berdampingan sesak dengan jamaah jamaah laki-laki pada sisi yang lain. Aku sendiri hampir tidak kebagian tempat, namun akhirnya berhasil ‘nyelip’ di shaf nomor dua dari depan. Alhamdulillah…

Pada bulan Ramadhan, aspek-aspek spiritual memang menjadi semakin kental ‘tampak’. Jargon-jargon tentang keistimewaan Ramadhan menjadi semakin sering terdengar. Betapa Ramadhan adalah bulan dimana Tuhan memberikan banyak ‘bonus’ pahala dan kemudahan-kemudahan. Saat Ramadhan dianggap saat yang paling tepat untuk setiap orang berbenah dan menata hati. Para kyai menjadi lebih sering tampil di televisi berbicara tentang keutamaan Ramadhan. Para pemimpin bangsa terlihat sangat agamis dengan ajakan untuk berlaku baik dan menghormati bulan suci Ramadhan.

Bagiku pribadi, Ramadhan ini kuniatkan untuk menjadi lebih ‘sunyi’ dan ‘hening’. Bersama teman kami berniat untuk safari dari masjid ke masjid, dengan selingan iktikaf pada weekend. Semoga menjadi rencana yang terwujud dan bermanfaat bagi kami. Aku benar2 berharap tidak terjadi lagi aku mendengarkan azan magrib di angkutan umum karena macet. Sedih sekali… But, this is life, sebelum aku mampu untuk mengatur waktu kerjaku sendiri, my own time, my own company…just follow the rule…:).

Marhaban Ya Ramadhan…
Semoga semangat Ramadhan tidak berhenti ketika Syawal tiba.
Semoga bukan hanya sekadar menjadi ‘jeda spriritual’
untuk kemudian menjadi mundur setelah Ramadhan usai.
Semoga selalu merasa seperti setiap bulan adalah Ramadhan.

Alhamdulillah…segala puji hanya bagi Allah…
Terlepas apakah masih sebatas euphoria semata…
Melihat masjid penuh sesak saat tarawih pertama semalam,
Ketika masih terselip keengganan dan rasa malu dalam hati untuk berbuat maksiat,
Ketika kesadaran untuk mensucikan hati terasa lebih menyala,
Ketika acara televisi jadi lebih santun bagi masyarakat,
Ketika tadabur dan tadarus Qur’an menjadi lebih menggila,
ada rasa bahagia dan haru di dada…

Semangat menyambut Ramadhan seperti itu menjadi sesuatu yang perlu disyukuri.
InsyaAllah, Ramadhan (tetap) dicintai dan dirindukan…

Thursday, August 5, 2010

(18) Love, hope, destiny…

Let me ask u my friends “have you in love?”. Katakan padaku bagaimana rasanya teman? Kuyakin kau tak punya cukup kata untuk bisa menggambarkan utuh apa yang dirasa. Kata tak kan pernah bisa utuh menceritakan ‘rasa’. Di tengah keterbatasan kosa kata, kita pun akrab menamai rasa yang tak bisa dijelaskan itu dengan “cinta”. Cinta yang seringkali muncul pada waktu tak terduga, dengan cara yang tak terpahami, menabrak logika, hanya mampu dirasakan, tak ternamai…

Kepada diriku sendiri sering kukatakan “everything has it own process”. Pemahaman yang membuatku tetap optimis tentang masa depan. It’s not easy for me to fall in love, and now, Tuhan mengizinkan aku jatuh cinta dengan ‘situasi tertentu’. Never expected, cintaku justru berlabuh pada seseorang yang sudah melabuhkan hatinya pada orang lain. Yes my friend, I fall in love with someone’s lover. Posisiku jelas tidak menguntungkan. Risiko patah hati seperti sedang tersenyum simpul menungguku di akhir kisah ini. Senyum yang seakan berkata padaku, “just step back and left behind all of this feeling…”.

Well…I’am not step back!!!

Pangeranku…jika suatu saat kau membaca tulisanku ini, please, kumohon kamu tidak dalam prasangka bahwa aku tak menghormati substansi pembicaraan terakhir kita tentang ‘rasa ini’. Aku ingat mengatakan padamu akan menghormati keputusanmu. Aku masih dalam posisi hati menghormati pilihanmu, I do still in that commitment!. Just like I told u before, melihatmu bahagia, itu penting untuk hatiku, walau itu berarti mungkin aku akan berhadapan dengan kenyataan bahwa bahagiamu bukan bersamaku. Decision to stay forward bukan karena aku memaksamu atau mendikte Tuhan dengan doa-doaku. I just want to continue my life without leaving a question “what if I try???”. Coz, tugasku adalah untuk mencoba, bukan untuk berhasil!.

Bahwa jawabmu yang mengatakan akan tetap dalam komitmen sebagai sahabat denganku, memang memberi batas pada gerak ikhtiar horizontalku. But forsure, tak ada yang bergeming dengan gerak ikhtiar vertikalku. Kamu dan aku belum terikat pernikahan. Memintamu kepada Tuhan, bukan sesuatu yang diharamkan. Kamu sudah membuat keputusan, aku pun demikian. Sekarang, biarkan Tuhan yang memutuskan semuanya. Tidak ada yang lebih memahami kita selain DIA.

Kamu bilang padaku akan berdoa kepada Tuhan agar mengirimkan kepadaku pangeran yang jauh lebih baik darimu. Bagiku, doamu bisa jadi akan mendekatkan seseorang kepadaku, atau justru akan mendekatkan kamu kepadaku. Coz, bisa jadi kamulah pangeran yang Tuhan maksudkan untuk hatiku. Sederhana bagi hatiku, jika kamu ingin mendapatiku sebagai seorang sahabat, maka aku akan tetap ada disisimu sebagai salah satu sahabat terbaikmu. But if u have a different feeling for me, ketahuilah, bahwa sampai detik ini aku masih di tempat yang sama ketika mengatakan “I fall in love with you…” .

PadaMu Tuhan…
Please take this feeling over to YOU …
I accept this situation, and hand it over to YOU…
Kecuali atas izinMu, tak ada yang bisa membatalkan rasa cinta ini…

To be continued...